Sebagai bangunan yang memiliki nilai sejarah tinggi, Masjid Agung Cianjur patut menjadi kebanggaan masyarakat Cianjur. Berdasarkan catatan sejarah, Masjid Agung Cianjur merupakan salah satu masjid tertua di Jawa Barat. Masjid yang terletak di Jalan Siti Boededar itu, didirikan sekitar tahun 1810 Masehi.
Tepat pukul 23.00 WIB kami meninggalkan hotel untuk mencari keberadaan masjid tertua dan termegah di kota Cianjur ini. “permisi pak, kami ingin pergi ke masjid Agung kemana arahnya pak?” tanya kami. “Oh bapak dari sini langsung belok kanan dan lurus saja, kira-kira satu jam dari sini,” ujar petugas keamanan hotel.
berbekal rute informasi yang kami dapat, akhirnya mobil kami meluncur kearah Cianjur kota. Jalanan yang kami lalui sepi hanya sesekali kami berpapasan dengan truk serta motor, hawa dingin dan sedikit kabut mungkin membuat masyarakat sekitar enggan untuk keluar rumah. Kurang dari satu jam kami akhirnya sampai juga di alun-alun Cianjur, suasana sungguh sepi dan sunyi. Masjid agung ini tepat berada di depan alun-alun. Satu persatu kami memasuki kawasan masjid ini, sedangkan saya memilih untuk berkeliling dan mengamati eksterior bangunan ini.
Setelah puas mengelilingi area Masjid Agung, saya sempatkan untuk mengambil air wudhu. Ketika saya memasuki dalam masjid terlihat beberapa penduduk setempat khusyu melakukan ibadah di sepertiga malam mereka. Bersyukur saya diberi kesempatan melakukan sholat di sepertiga malam di masjid ini.
Pada masanya, berbagai kegiatan keagamaan kerap digelar di masjid yang tak pernah sepi pengunjung tersebut. Selain itu, masjid Agung menjadi salah satu media dakwah bagi umat Islam di Cianjur. Konon, nama Masjid Agung muncul karena sejak berdiri, masjid tersebut berada di tengah-tengah kota Cianjur dan berdekatan dengan pusat kantor pemerintahan Cianjur. Selain itu, masjid Agung berhadapan langsung dengan alun-alun. Akhirnya, sejumlah alim ulama menamakan masjid itu dengan nama Masjid Agung.
Ada satu keunikan yang membedakan antara Masjid Agung dengan masjid lainnya di Cianjur, yakni letak tanahnya. Jarang ditemukan ada sebuah masjid yang berada di atas tanah berketinggian sekitar 3 meter.
Pada 1879 Masehi, Masjid Agung Cianjur sempat mengalami kerusakan yang cukup parah akibat gempa bumi dahsyat yang disebabkan dari letusan Gunung Gede. Seorang ulama terkemuka Cianjur R H Idris bin R H Muhyi ayah dari KRH Muhammad Nuh tewas tertimpa bangunan. Sekitar tahun 1880 masehi, Masjid Agung kembali dibangun di bawah kendali R H Soelaiman yang pada waktu itu menjabat sebagai Penghulu Agung dan R H Ma’mun bin R H Hoesein yang dikenal sebagai juragan Guru Waas.
Pada pembangunan kedua tersebut, Masjid Agung Cianjur mengalami perubahan bentuk dan perluasan area menjadi 1.030 meter persegi.
Salah satu ciri Masjid Agung Cianjur saat itu ialah pada bagian Selatan dan Utara terdapat kolam air yang digunakan untuk mengambil wudhu para jamaah.
Sementara bagian kiri dan kanan masjid, terdapat menara yang biasa digunakan untuk mengumandangkan adzan saat memasuki waktu salat.
Di dalam masjid sendiri kala itu terdapat puluhan tiang besar sebagai penyangga yang terbuat dari ukiran kayu jati Rembang. Sementara di mimbar khatib, terdapat ukiran Jepara antik. Seiring perjalanan waktu, hingga kini tercatat sudah lebih dari 7 kali Masjid Agung Cianjur dipugar. Tahun 1997, pemugaran Masjid Agung tersebut disempurnakan. Tidak berlebihan akhirnya Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat menobatkan Masjid Agung Cianjur sebagai salah satu masjid terbaik di Jawa Barat.