‘Tembok Berlin’, rupanya tidak semuanya runtuh namun masih meninggalkan bekas di tempat lain, tepatnya di Kota Sorong, Papua Barat. Tembok ini dibangun di tepi pantai Dofior untuk mencegah air pasang masuk ke jalan raya.  Dinamai ‘Tembok Berlin’ karena bentuknya memanjang membentengi jalan dari pantai serta tingginya sekitar 1,5 meter, lumayan tinggi juga. Di balik tembok terdapat beberapa warung makan kaki lima terkenal yang biasanya mulai buka sekitar pukul lima sore hingga tengah malam. Selain itu di siang hari juga ada beberapa warung buka walau lokasinya berbeda dengan tempat makan.
Suasananya agak sepi di siang hari, namun mulai ramai dari sore hingga malam hari. Tempat ini menjadi favorit orang lokal maupun orang luar yang sedang berkunjung ke Sorong, sebagai tempat makan sekaligus nangkring. Letaknya tak jauh dari pelabuhan Sorong, dan bisa dijangkau menggunakan angkutan umum dari pusat kota Sorong, yang berjarak sekitar tiga kilometer. Sementara dari bandara DEO Sorong sekitar enam kilometer dengan ongkos 5000 Rupiah saja.
Karena begitu minimnya obyek wisata di Kota Sorong ini, ‘Tembok Berlin’ merupakan pelarian bagi yang ingin bersantai sejenak namun tak jauh dari kota. Sebenarnya ada beberapa pantai ke arah utara seperti Pantai Melbourne atau menyeberang ke Pulau Buaya, Pulau Doom, dan Pulau tempat bandara lama. Namun jaraknya cukup jauh dan bila menyeberang tentu memerlukan biaya yang tidak murah karena harus menyewa kapal.
Aneka jenis makanan tersedia di balik Tembok Berlin, antara lain sea food yang ikannya masih sekali mati, masakan khas Makassar, jagung bakar, bahkan pecel lele dari Jawapun ada di sini. Favoritnya tentu ikan bakar atau masakan lain yang dipanggang, atau goreng karena enak dimakan selagi panas hingga hangat-hangat kuku. Harganyapun tidak terlalu mahal untuk ukuran Papua, sekitar 50 – 100 Ribu per porsi tergantung jenis ikannya. Kalau hanya nasi goreng atau soto ayam tentu harganya lebih murah, tak sampai 30 Ribuan.
Sayangnya karena temboknya cukup tinggi kita tidak bisa memandang pantai secara langsung saat sedang menyantap makanan. Hanya semilir angin laut yang bisa dirasakan saat menanti makanan yang dimasak oleh koki yang berpengalaman berjualan di balik Tembok Berlin tersebut. Namun tak perlu risau karena sebelum atau sesudah makan kita bisa jalan-jalan ke pantai.
Kalau hanya sekedar ngopi terdapat beberapa kafe di seberang jalan, dan rata-rata memiliki dua tingkat sehingga kita bisa memandang pantai dari lantai dua warung kopi tersebut. Sembari ngopi tersedia juga makanan cemilan seperti pisang goreng atau kentang yang menemani waktu santai, sambil melihat pemandangan pantai yang indah di sore hari menjelang sunset. Kebetulan pantainya menghadap ke barat jadi kalau beruntung kita bisa mengambil foto saat mentari terbenam.
Di sekitar pantai juga terdapat beberapa penginapan yang cukup representatif, mulai dari hotel melati hingga bintang tiga. Tinggal pilih mana yang sesuai selera dan kantong, mau berhemat atau tidur nyaman di hotel berbintang. Jadi pagi-pagi kita bisa jalan kaki keliling pantai yang agak gersang karena nyaris tidak ada pepohonan atau tanaman lain yang melindungi pantai dari terpaan sinar mentari.(Diaz/Kuniel)