Wisata Danau Singkarak sungguh sangat menyegarkan mata. Melepaskan rasa penat dan ‘lari’ sesaat dari rutinitas menjemukan. Keindahan nyata sungguh dinanti, santai menikmati semilir angin, menatap jernihnya air danau, sesekali membuang jauh pandangan mata menatap kesejukan hijaunya pepohonan rimbun di sekeliling. Yah, keindahan danau singkarak tak bisa dipungkiri lagi.
Danau Singkarak merupakan danau wisata yang membentang di dua kabupaten yang terdapat di provinsi Sumatra Barat, yaitu kabupaten Solok dan kabupaten Tanah Datar. Dengan luas 107,8 km2, danau vulkanik ini merupakan danau terluas kedua setelah Danau Toba. Danau Singkarak bentuknya memanjang dan memiliki kedalaman kurang lebih 268 meter.
Panorama danau yang menakjubkan, dengan latar belakang hijaunya bukit barisan yang memukau serta kegagahan Gunung Singgalang dan Marapi. Butiran pasir halus berwarna putih menghiasi bibir danau. Keindahan Danau Singkarak tak akan bosan dipandang. Ingin melihat danau lebih dekat lagi, Traveler dapat menyewa becak danau atau perahu motor. Memandang riak-riak air danau ketika perahu menghantam air danau, sembari sapuan angin menerpa wajah, menjadi pengalaman yang luar biasa mengesankan.
Bagi traveler penyuka mancing, Danau Singkarak menjanjikan keajaiban mancing yang luar biasa, meskipun jenis ikan disini tidak terlalu banyak. Kurang lebih 19 jenis ikan hidup di sini, seperti ikan baung, ikan asang, ikan balingka, ikan sasau, ikan piyek dan lainnya.
Asal Mula Danau Singkarak
Banyak versi cerita seputar asal usul Danau Singkarak. Salah satunya adalah tentang keluarga Pak Buyung bersama istri dan anaknya yang bernama Indra tinggal di tepi laut. Pak Buyung dan istrinya bekerja di hutan di Bukit Junjung Sirih, hasil hutan yang didapatnya dijualnya ke pasar. Namun, ketika musim ikan, mereka mencari rezeki dengan memancing ikan di laut. Indra merupakan anak yang baik dan patuh kepada kedua orang tuanya. Namun, Indra tumbuh dengan pola makan yang luar biasa, tidak seperti anak-anak pada umumnya, sangat berlebihan.
Suatu ketika, pada saat musim paceklik, Pak Buyung dan keluarganya harus menghemat makanan. Saking menghematnya, Pak Buyung dan istrinya sudah tidak memperdulikan lagi makan Indra, semua masing-masing memikirkan diri sendiri. Hingga suatu ketika Indra pun merengek minta makan. Pak Buyung pun menyuruh Indra mencari makan sendiri ke hutan. Sebelum Indra pergi ke hutan, tak lupa dia memberi makan ayam peliharaanya yang bernama Taduang. Namun, setelah seharian Indra di hutan, dia pun tidak mendapatkan makanan. Lalu Pak Buyung menyuruh dia mencari di laut. Tetap, Indra tidak mendapatkan apa-apa di laut.
Sebulan berlalu, Indra pun tetap tidak menghasilkan apa-apa. Pak Buyung dan istrinya malah hidup bermalas-malasan di gubuk mereka. Meski demikian, Indra tetap berusaha. Suatu ketika, saat Indra ke laut, ibu nya pun pergi keluat namun tempat yang berbeda. Ibunya membawa pulang makanan berupa pensi, kerang air tawar berukuran kecil. Sesampainya di rumah, si ibu memasak pensi tersebut. Bersama Pak Buyung, mereka menyantap semua pensi tersebut dan tidak meninggalkan sedikitpun untuk Indra. Begitu kenyang, mereka pun tertidur di dapur.
Saat mereka terlelap di dapur, Indra pulang. Begitu Indra melihat kedua orang tuanya tertidur sementara di dekat mereka berserakan cangkang pensi, Indra pun merasa sedih karena tidak disisakan makanan untuknya.
Kesedihannya dia ceritakan kepada ayam kesayangannya, Taduang. Ayam itu berkokok berkali-kali sambil mengepakkan sayapnya, turut merasakan kesedihan Indra. Indra pun memegang kaki Taduang. Indra memegang kaki Taduang, seketika ayam itu terbang, anehnya batu yang diduduki Indra ikut terangkat.
Mereka terbang semakin tinggi, dan semakin besar pula batu yang mereka mduduki itu. Indra menyadari kalau Taduang sudah tidak lagi kuat terbang dengan membawa Indra dan batu besar itu. Akhirnya Indra meletakkan kakinya diatas batu, dan seketika batu itu terhempas ke bumi, menghantam salah satu bukit di sekitar lautan.
Sontak air laut pun mengalir ke lubang itu dengan melewati bukit-bukit disekitarnya. Dan akhirnya air laut yang tadinya mengisi lubang itu, lama kelamaan surut, yang akhirnya laut itulah disebut sebagai Danau Singkarak.