Namanya Ruben Torop Hutabarat, Ak, M.Acc. Beberapa kali wajahnya kerap muncul di media teve, membahas kebijakan pemerintah seputar pajak. Pemaparannya optimis dan sangat meyakinkan. Selintas orangnya terkesan tegas dan pendiam. Namun, begitu kami janjian wawancara dalam suatu makan siang di Hotel Pulman Jakarta, pembicaraan pun langsung mengalir, segudang cerita terurai panjang. Obrolan kami pun jadi santai. Pizza ukuran large serta semangkuk soto ayam menemani percakapan kami.
Membuat janji dengan beliau, cukup pelik. Bukan lantaran beliau tak mau, pria pemilik postur tubuh 178 cm ini mempunyai jadwal kesibukan yang sangat padat. Kesibukannya sebagai Deputy Director di perusahaan Center for Indonesia Tax Analysis (CITA), suatu perusahaan yang bergerak di konsultan pajak dan lingkupnya, selalu full. Kliennya yang notabene perusaahaan-perusahaan besar dan asing, menuntutnya untuk banyak meeting, diskusi secara personal, membaca literatur, belum lagi kalau ada urusan pengadilan akan sering wara wiri kesana, karena sebagai Tax Lawyer-bagian dari pekerjaannya juga, Ruben harus mendampingi kliennya di pengadilan, dan segambreng pekerjaan lainnya. Jam kerjanya sehari dimulai dari pukul 9 pagi sampai pukul 8 malam, bahkan terkadang hari Minggu seringkali dilewatinya untuk bekerja.
Selain bergerak sebagai konsultan pajak, Ruben juga terlibat dalam perusahaan lembaga riset tentang polusi pajak. Dimana, jika terjadi suatu peraturan atau kebijakan baru pemerintah tentang perubahan pajak, Ruben siap untuk menjadi penjembatan antara pihak industri dan pemerintah.
“Bisa melobi harus punya dasar argumen yang di dapat dari hasil riset. Misalnya suatu industri berkepentingan untuk meminta perubahan dari suatu aturan pajak pemerintah, bukan si industri ini yang maju, tapi melalui orang ketiga seperti perusahaan kami. Kami meriset semuanya sehingga kami bisa memberikan masukan ke pemerintah, untuk kepentingan semua,” urai Ruben semangat.
Keahlian dan kecermatan Ruben dalam berargumentasi, tidak bisa dipungkiri lagi. Alasan-alasan yang dikemukakannya selalu tepat. Pria yang juga kerap bermain saham ini pun, selalu sukses dalam mengurus klien-kliennya. Rutinitas seperti ini mungkin sebagian orang bisa jenuh, tapi untuk seorang Ruben, kehebohan pekerjaannya inilah yang membuatnya selalu ‘hidup’.
Dunia konsultan ini dinamis, mengikuti perubahan bisnis, perubahan dunia. Jadi tidak stuck, selalu bergerak, dituntut up date terus. Karena dinamis, makanya ketika saat mengerjakannya, tidak lagi terasa faktor ‘kerja’nya. Tak heran, penikmat buku-buku best seller dan pengikut new york time besteller ini, pun masih menyisihkan waktunya untuk membagi ilmu yang dikuasainya dengan mengajar di Trisakti School of Management, seminggu dua kali.
“Hidup harus balance. Ada dua tujuan saya mengajar, pertama untuk mencari fresh gaduated di bidang yang bisa saya bawa ke perusahaan saya. Jadi saya tidak pusing lagi untuk mencari pegawai. Kedua, share ilmu sehingga ilmu yang kita miliki tidak kita kuasai sendiri…berbagilah,” ujar Ruben.
Terkesan hidupnya memang kerja, kerja dan kerja. Padahal, Ruben tetap selalu meluangkan liburannya, paling tidak tiga atau empat bulan sekali, dia berpetualang, mengisi liburannya. Dan bagi Ruben, definisi liburan itu ada dua, ‘liburan’ dan traveling.
“Liburan itu harus santai, kegiatan dimana kita menekan untuk berfikir seminimal mungkin. Jadi, memilih tempat wisatanya pun harus mendukung. Seperti ke Bali atau tempat wisata yang sudah familiar lainnya,” urai Ruben. “Tapi kalau pergi mengunjungi suatu tempat/kota yang baru, berarti kan tingkat berfikir kita saat itu tinggi, karena kita tidak tahu daerah yang kita datangi ini seperti apa, bagaimana suasananya, naluiri ingin tahu tinggi, dan sebagainya, nah ini namanya traveling, bukan liburan” katanya lagi.
Traveling yang berkesan bagi Ruben yaitu pada tahun 2015, menghabiskan waktu lebih dari sebulan. Masuk dari Amsterdam lanjut ke Belgia, kemudian ke Paris naik kereta, lanjut ke Zurich dengan pesawat. Kemudian mengitari Swiss, Jenewa, lalu terbang ke Madrid. Dari Madrid Ruben melanjutkan perjalanannya ke Barcelona dengan naik kereta, yang kemudian lanjut lagi naik pesawat ke Monaco. Dari Monaco Ruben melanjutkan naik kereta api ke Milan lalu Italia dan berakhir di Roma. Dan yang menjadi kebiasaan Ruben adalah, dia selalu mempersiapkan semuanya sendiri, tanpa ikut tur-tur travel lainnya. Mulai dari pesen tiket pesawat, booking hotel, membuat jadwal perjalanan dan tujuan wisatanya, semua dilakukannya sendiri.
“Ini namanya traveling, karena selalu berfikir, tidak duduk manis menikmati perjalanan. Saya lebih sukanya yah seperti ini. Selalu dikerjakan sendiri. Tapi, yang tidak sendiri adalah, perjalanan panjang itu saya lakukan berdua dengan istri saya, hehehehe,” ujar Ruben mengakhiri makan siang sekaligus perbincangan kita siang itu. (Kuniel)