Suku Bajo adalah salah satu suku di Indonesia yang terkenal sebagai suku yang hidupnya berpindah-pindah. Mereka merupakan pelaut tertangguh di Nusantara, yang tersebar di wilayah Segitiga Terumbu Karang di Asia Tenggara. Suku Bajo tinggal dan mendiami beberapa pulau di kawasan taman nasional, yang merupakan bagian dari wilayah kabupaten Tojo Una-una, Provinsi Sulawesi Tengah. Salah satu pulau di Taman Nasional Kepulauan Togean yang banyak ditempati oleh Suku Bajo adalah Pulau Papan.

Pulau Papan terkenal dengan jembatan panjangnya yang membelah lautan, di ujung jembatan itu ada sebuah desa dengan rumah-rumah yang seolah mengambang damai di atas air. Sama seperti jembatan, rumah-rumah itu juga terbuat dari papan kayu. Warna usang kayunya tidak ubahnya dengan bukit-bukit karang yang menyembul di balik atap rumah hingga membuat mereka jadi tampak seperti kumpulan karang besar.
Itulah Desa Pulau Papan yang didiami suku Bajo. Meski hingga sekarang nama besar suku ini masih identik dengan budaya sebagai penjelajah lautan, kini sebenarnya banyak pula anggota suku Bajo yang lebih memilih tinggal menetap. Di tiap rumah, selalu ada perahu yang terparkir yang menjadi pemandangan yang tidak terpisahkan. Perahu bukan sekadar alat transportasi, melainkan juga menceritakan kehidupan yang bersumber dari laut bagi 200 kepala keluarga yang hidup di pulau ini.

Menurut sejarah, orang-orang suku Bajo berasal dari Kepulauan Sulu di wilayah Filipina Selatan yang hidup nomaden di lautan lepas. Argumen ini didasarkan pada banyaknya kemiripan bahasa yang digunakan Suku Bajo dengan bahasa Tagalog di Philipina. Perjalanan di laut lepas membawa mereka masuk ke wilayah Indonesia, salah satunya di sekitar Pulau Sulawesi ini, sekitar ratusan tahun yang lalu.
Suku Bajo sangat dikenal dengan kemampuan melautnya yang baik. Dengan berprofesi sebagai nelayan, orang-orang Bajo memiliki kelihaian dalam menjalankan profesi mereka ini. Salah satunya adalah kemampuan berenang sambil menahan nafas di dalam air dengan durasi yang cukup panjang. Banyak anggota suku Bajo yang dapat menahan nafas mereka ketika menyelam mencari ikan ataupun gurita. Kemampuan tersebut tentunya merupakan kemampuan yang sangat luar biasa.
Keramahan Suku Bajo juga sangat terkenal dan menjadi kenangan baik dari Pulau Papan ini. Dengan antusias yang tinggi, anak-anak Suku Bajo tak akan sungkan untuk mengajak para pengunjung yang datang ke Pulau Papan untuk bermain dan berkeliling mengitari desa tempat tinggal mereka. Sikap ramah yang ditunjukkan oleh para anak-anak Suku Bajo ini tentunya akan menimbulkan kenangan yang tak terlupakan bagi para wisatawan yang pernah berkunjung ke Pulau Papan ini.
Saat ini suku Bajo sudah banyak membaur dengan suku-suku lainnya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Tak sedikit juga orang Bajo yang mendiami Pulau Papan dan menikah dengan orang lokal.
Keunikan kehidupan suku Bajo ini pun menjadi daya tarik bagi wisatawan. Ada Jembatan Pulau Papan tersebut menjadi akses yang membuat pulau mungil ini menjadi tempat favorit turis dalam ataupun luar negeri.
Meski Pulau Papan terbilang jaraknya sangat jauh dari Palu, namun hasrat untuk berkunjung ke Pulau Papan bertemu dengan anak-anak Suku Bajo sangat tinggi. Berjarak 400 km dari ibu kota Sulawesi Tengah, perjalanan menuju Pulau Papan akan lebih singkat jika menggunakan pesawat dengan rute tujuan Kota Ampana. Dari Kota Ampana, Traveler harus menumpangi kapal cepat, kapal feri, atau kapal penumpang kayu ke Pulau Desa Wakai yang setiap hari berangkat mulai pukul 10.00 hingga pukul 11.00 Wita. Setelah tiba di Desa Wakai, perjalanan dilanjutkan dengan menyewa jasa perahu nelayan atau speedboat langsung menuju Desa Pulau Malenge lalu ke Desa Pulau Papan yang jaraknya hanya 30 menit. (Nil/Berbagai Sumber)