Rumah adat suatu daerah menggambarkan karakter dan filosofi masyarakat daerah tersebut, yang umumnya menggambarkan karakter dan kehidupan masyarakatnya. Seperti Rumah Adat Aceh atau sebutannya Rumah Aceh yang menjadi identitas sekaligus gambaran kehidupan masyarakat Aceh. Rumah Aceh disebut juga Rumoh Aceh, merupakan corak rumah tradisional yang sudah ada sejak dulu, sejak zaman kerajaan dan digunakan oleh masyarakat Aceh.
Rumoh Aceh memiliki filosofi dan estetika yang sangat unik, hal ini terlihat dari ornamen-ornamen yang terdapat di Rumoh Aceh ini. Meskipun selintas terlihat sama, jika diamati lebih teliti, ornamen-ornamen pada setiap Rumoh Aceh satu dengan yang lainnya berbeda. Perbedaan inilah yang menunjukkan asal Rumoh Aceh itu berada.
Pada umumnya, Rumoh Aceh memiliki tipe rumah panggung dengan 3 bagian utama serta 1 bagian tambahan. Bagian utama terdiri dari serambi depan yang disebut seramoe keu, lalu serambi tengah dengan sebutan seramoe teungoh dan serambi belakang yang disebut seramoe likot. Lalu bagian tambahan itu adalah rumoh dapu atau disebut juga rumah dapur.
Ruangan depan atau serambi depan ini berbentuk polos tanpa kamar. Ruangan ini berfungsi sebagai ruang tamu laki-laki, yang dapat digunakan untuk ruang belajar mengaji anak laki-laki, juga sebagai tempat tidur tamu laki-laki. Ketika ada acara seperti upacara perkawinan, ruangan ini berfungsi sebagai tempat jamuan makan bersama.
Ruangan tengah atau seuramoe teungoh merupakan bagian inti dari Rumoh Aceh. Â Seuromoe teungoh sedikit lebih luas dari seuromoe keu. Seuromoe teungoh disebut juga rumoh inong yaitu rumah induk yang dianggap sebagai tempat suci karena bersifat pribadi. Pada seuromoe teungoh terdapat dua bilik atau kamar yang berhadapan, yaitu rumah inong dan rumah anjoeng.
Sementara itu, ruangan belakang yang disebut seramoe likoet (serambi belakang) ini, merupakan ruangan polos tanpa kamar, di mana berfungsi untuk ruang tamu wanita. Luas ruangan belakang sama dengan luas ruangan depan. Biasanya digunakan untuk kaum wanita belajar mengaji dan menerima tamu wanita.
Rumoh Aceh juga memiliki satu ruangan di bawah layaknya rumah panggung. Biasanya, ruangan bawah dari rumah ini digunakan untuk tempat penyimpanan bahan pangan. Selain itu, ada juga peruntukan sebagai tempat para wanita melakukan aktivitas, misalnya menenun kain khas Aceh.
Tinggi pintu utama biasanya dibuat hanya setinggi 120 sampai 150 centimeter. Sehingga saat orang datang dan masuk ke Rumoh Aceh, mereka harus menunduk. Hal ini melambangkan untuk menghormati tuan rumah. Sementara itu, atap rumah pada Rumoh Aceh biasanya difungsikan sebagai tempat penyimpanan pusaka keluarga.
Rumah adat ini terlihat terbuat dari bahan kayu, kecuali atapnya berbahan daun rumbia atau daun enau dianyam. Untuk lantainya, Rumoh Aceh menggunakan bahan dari bambu. Bangunan Rumoh Aceh tidak menggunakan paku besi namun terbuat dari kayu,yaitu pasak dan bajoe. Meski demikian, bangunan rumah ini sangat kuat dan bertahan hingga ratusan tahun. Padahal Rumoh Aceh dibuat dari bahan-bahan alam yaitu kayu atau papan.
Masyarakat Aceh sangat menjunjung tinggi nilai-nilai keislaman, hal ini juga sangat berpengaruh besar bagi bentuk serta tata letak Rumoh Aceh. Salah satunya yaitu dibangunnya Rumoh Aceh menghadap ke timur dan sisi belakangnya menghadap ke barat. Hal ini mencerminkan bahwa posisi rumah akan menghadap ke arah kiblat. Rumoh Aceh juga memiliki tangga di depan rumahnya. Uniknya, anak tangga di seluruh rumah ini berjumlah ganjil.
Saat ini, meski masyarakat Aceh sudah banyak membangun rumahnya dengan bahan dan desain modern, tapi beberapa daerah seperti di Banda Aceh masih dapat ditemukan Rumoh Aceh dalam bentuk aslinya(Adhit)