Kabupaten Sinjai bukanlah daerah tujuan wisata utama di Sulawesi Selatan, jadi tidak termasuk dalam wishlist obyek wisata yang dikunjungi oleh turis seperti Toraja dan Maros. Namun Sinjai memiliki sejarah panjang mulai dari fosil situs megalitikum tertua di Sulawesi yang terdapat di Batu Pake Gojeng, dan masa penjajahan Belanda yang direpresentasikan oleh Benteng Balangnipa.
Benteng Balangnipa pada awalnya dibangun oleh Kerajaan Tellulimpoe yang berada di tepi Sungai Tangka tahun 1557. Seiring waktu Belanda mulai merambah wilayah Sulawesi dan masuk ke Sinjai hingga menimbulkan perang Mangarabombang tahun 1859-1861. Setelah memenangkan pertempuran tersebut Belanda memodernisasi benteng tersebut mengikuti model benteng Eropa seperti benteng Rotterdam di Makassar atau Fort Amsterdam di Ambon namun dalam ukuran kecil.
Benteng tersebut berlokasi di pusat kota Sinjai dan berjarak sekitar 160 kilometer dari Makassar. Ada dua jalan untuk mencapai kota Sinjai, melalui Taman Nasional Bantimurung di sebelah utara atau Malino yang terkenal dengan perjanjian Malino pada masa perang kemerdekaan dulu ke arah timur. Hanya jalan melalui Taman Nasional Bantimurung lebih lebar dan mulus ketimbang Malino yang sempit dan berkelok-kelok karena melalui pegunungan.
Luasnya hanya sekitar 2500 meter persegi membentuk empat persegi panjang dengan empat bastion untuk mengawasi lalu lintas sungai dan pergerakan orang di sekitar benteng. Bangunan utama berada di atas gerbang utama dan ada dua bangunan lainnya yang masih utuh. Sementara di sudut lain tampak bangunan bekas tahanan yang sudah rusak dan tak terawat dengan baik. Di tengahnya terdapat taman untuk menjaga keasrian benteng.
Layaknya bangunan tua pasti ada misteri yang menyelimutinya. Penduduk lokal sudah terbiasa mendengar suara-suara aneh dari dalam benteng seperti jeritan akibat siksaan tentara Belanda pada para tahanan, atau suara bedil dan meriam bertalu-talu. Namun semua itu tak membuat nyali ciut untuk tetap mengunjungi benteng.
Tak butuh waktu lama untuk mengelilingi benteng ini, karena ukurannya kecil. Lagipula tak ada diorama atau musium seperti di Benteng Rotterdam sehingga tak banyak yang dapat dilihat kecuali panorama benteng saja serta sedikit kisah yang tertulis dalam papan petunjuk besar di halaman depan. Tak tampak benda-benda peninggalan benteng yang tersisa.
Sebaiknya wisatawan tidak menyengaja datang hanya untuk sekedar mengunjungi benteng saja, tapi sekaligus dengan obyek wisata lain di Kabupaten Sinjai seperti Batu Pake Gojeng. Hutan mangrove Tongke-Tongke dan Dermaga Larea Rea, serta obyek wisata lain yang ada di sekitar Sinjai seperti Malino yang terkenal sebagai puncaknya orang Makassar. Lebih cocok berwisata di Sinjai bagi orang yang sedang berdinas, sambil rehat sejenak menikmati kotanya di sela-sela tugas kantor.(Diaz/Kuniel)