Ngawi, adalah salah satu kota yang dikenal sebagai penemuan fosil manusia purba seperti Pithecantropus Erectus atau penemuan berbagai macam arca peninggalan Kerajaan Majapahit. Menengok situs-situs sejarah ini seru juga, lho! Ada kenikmatan tersendiri saat mengamati, melihat dan menyentuh situs bersejarah ini. Istilahnya, sambil menyelam minum air, selain rekreasi melepas penat, ada ilmu yang didapat dari mempelajari sejarah nusantara ini!
Penunggunya Adalah Banteng
Menurut cerita yang beredar, Arca Banteng ditemukan oleh Mbah Soikromo. Penggalian yang dibantu oleh warga, menemukan tumpukan batu yang serupa dengan banteng pada tahun 1938 silam. Selain bentuknya seperti hewan banteng, konon katanya sebelum digali gundukan tersebut dikerumuni banteng. Itu pula yang menjadi alasan penamaan ‘banteng’ pada arca tersebut.
Setelah ditelusuri, artefak tersebut adalah peninggalan kerajaan Majapahit antara tahun 1293-1500 Masehi. Bagi traveller yang gemar untuk mengulik sejarah, menyusuri Arca Banteng merupakan destinasi wisata murah dan sangat terjangkau. Berada di sekitar pemukiman warga, yaitu di Jalan Reci Banteng, Wonorejo, Kecamatan Kedunggalar, Ngawi, Arca Banteng adalah cagar budaya yang hingga kini menyimpan banyak artefak yang belum terungkap.
Salah satu contoh yang menarik dari salah satu arca disini yaitu, arca yang berbentuk Yoni. Yoni berarti asal, muara, sumber, atau tempat untuk melahirkan. Dalam kitab Kamasutra, Yoni adalah alat kelamin wanita yang berpasangan dengan Lingga. Yoni digambarkan dalam bentuk lesung, sama seperti bentuk kelamin wanita. Filosofi yang terkandung, manusia adalah makhluk yang berasal dari tempat yang gelap dan dalam, sama seperti penggambaran Yoni.
Arca Banteng memang menyimpan banyak arca yang satu persatu memiliki nilai cerita sendiri-sendiri. Namun sangat disayangkan, meskipun kental akan sejarah Nusantara, justru tempat ini masih perlu perhatian lebih lagi dari pemerintah dan warga setempat. Banyak arca yang rusak atau pecah. Selain kurangnya perhatian dari dinas pariwisata sekitar, faktor lainnya adalah karena suhu udara.
Untuk itu, sudah sepatutnya pihak Kabupaten Ngawi lebih memperhatikan situs purbakala tersebut apalagi banyak lokasi tersebut sangat potensial untuk mendongkrak minat para Traveler yang juga memperkaya khazanah keunikan wisata Indonesia. Kita juga harus melestarikan dan menjaga tempat wisata ini agar bisa dinikmati sampai bertahun-tahun ke depannya. Jangan sampai anak cucu nanti akan lupa sejarah nenek moyang. Yuk, saatnya lebih peka lagi untuk melestarikan semua kebudayaan bangsa Indonesia ini!(AN/IPG)