Blood Falls, Air Terjun Berwarna se-Merah Darah di Antartika

Antartika terkenal dengan hamparan saljunya yang sangat memukau. Namun, di tengah hamparan luas salju putih yang berkilauan dan es gletser biru halus Antartika ini, terdapat air terjun yang cukup unik, yaitu Blood Falls.  Dari namanya, memang terkesan menyeramkan, kalau diambil dalam istilah bahasa Indonesia, artinya Air Terjun Darah. Tapi, Blood Falls disini merupakan air terjun yang bentuknya mini dan rendah, berada di daerah bagian ujung gletser Taylor, McMurdo Dry Valleys, Antartika.  Warnanya yang merah pekat terlihat seperti darah, membuat air terjun ini dinamai Blood Falls.  Namun sebenarnya warna merah ini bukan darah, tapi warna yang berasal dari zat besi yang terkandung dalam mikro organisme yang hidup dalam es-es Antartika.

Blood Falls
Merahnya dari kandungan zat besi

Blood Falls memang sangat unik, dengan memiliki ketinggian setinggi 100 kaki dan mengalir di sisi gletser salju yang putih sehingga semakin kontras warna yang tampak tidak lazim yaitu merah.  Sampai detik ini, banyak pakar-pakar ilmu dari berbagai manca negara yang tengah meneliti keberadaan air terjun ini.  Bloods Falls lahir dari fenomena alam yang sangat unik dan langka.  Awalnya, warna merah ini diduga berasal dari sejenis tanaman ganggang berwarna merah.  Namun, akhirnya diketahui juga air-air di sini ternyata banyak mengandung zat besi yang sangat tinggi.

Para Ahli juga mengatakan, sekitar lima juta tahun yang lalu tempat ini merupakan danau air tawar. Karena permukaan air laut tinggi dan menutupi Benua Antartika, danau itu pun terperangkap di bawah air asin dari air laut yang beku ini.  Mikroorganisme di dalamnya kemudian hidup tanpa cahaya, minim oksigen, apalagi cahaya matahari, sama sekali kurang.  Hal seperti inilah yang membuat danau ini penuh zat besi, yang lama kelamaan mengalir lewat Blood Falls in.

Air terjun ini diketahui pertama kali dilihat oleh para geologi dan profesor di tahun 1911 oleh Griffith Taylor, geologi Australila, ketika Griffith bersama rekannya menemukan tebing-tebing es yang berlumuran air berwarna merah. Dan mereka mengira bahwa warna merah ini berasal dari alga merah.

Blood Falls
Dahulu, disini merupakan danau air tawar

Butuh waktu seratus tahun lebih, untuk mengungkapkan asal muasal sesungguhnya warna merah ini.  Blood Falls memang menjadi daya tarik banyak orang, terutama kaum peneliti.  Namun karena lokasinya yang terpencil, tidak banyak orang berdatangan ke lokasi ini.

Dalam penelitian lebih lanjut, ditemukan juga bakteri anaerobik, dimana bakteri ini tidak lagi memerlukan oksigen untuk hidup di Blood Falls ini. Bakteri ini sudah bermetabolisme, memanfaatkan besi dan sulfur yang terkandung dalam aliran air Blood Falls.  Bahkan bakteri ini juga mampu bertahan hidup dibawah Taylor Glacier yang memiliki suhu sangat dingin yang dapat membekukan.  Keberadaan bakteri ini juga membuat air tetap berwarna merah darah.(Niel)

spot_imgspot_img

Subscribe

Related articles

Liburan di Filipina, Dimas Anggara-Nadine Chandrawinata Berendam di Bak Luar Ruang

Pasangan Nadine Chandrawinata dan Dimas Anggara memang suka traveling atau berpergian,...

Mengenal Tradisi Jogja yang Jarang Diketahui

Salah satu alasan Jogja menjadi destinasi wisata favorit wisatawan...

Gubernur Arinal berharap ajang Puteri Indonesia dapat mengenalkan potensi wisata Lampung

Gubernur Lampung Arinal Djunaidi bersama Ketua Dekranasda Provinsi Lampung...

Inilah Makanan Khas Bali yang Halal Dikonsumsi

Traveler muslim gak perlu khawatir lagi untuk wisata kuliner...

Rekomendasi Tempat Wisata Seru di Melbourne, Australia

Kalau berkunjung ke Australia rasanya akan makin seru saat...
spot_imgspot_img

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here