Goa Gajah adalah sebuah situs arkeologi di perbatasan barat yang sejuk di Desa Bedulu, 6 km dari pusat Ubud. Bagi yang tidak tahu, nama Goa Gajah bisa sedikit menyesatkan, seringkali menimbulkan kesan bahwa situs tersebut adalah tempat tinggal raksasa yang penuh dengan gajah.
Lokasinya berada di Jalan Raya Goa Gajah, Pejeng Kawan, Tampaksiring, Gianyar, Bali. Goa Gajah buka setiap hari dari jam 8 pagi sampai 4 sore. Untuk mengeksplor Goa Gajah, Traveler hanya membutuhkan waktu satu jam. Setelah menaiki tangga batu ke kompleks Pura Goa Gajah, Traveler akan menemukan halaman yang dipenuhi peninggalan dan melihat ukiran dinding batu. Situs ini berisi goa meditasi, kolam pemandian, dan air mancur.

Pinggir jalan dan area parkir sebelum situs dipenuhi dengan berbagai toko seni dan suvenir serta kios minuman. Setelah mencapai halaman, akan menemukan aula pertemuan wantilan yang besar dan bermacam-macam ukiran batu tua yang besar peninggalan zaman dahulu
Untuk diketahui, kolam digali pada tahun 1954, menampilkan 5 dari 7 patung yang seharusnya menggambarkan malaikat Hindu memegang vas. Berbagai bangunan mengungkapkan pengaruh Hindu yang berasal dari abad ke-10, dan beberapa peninggalan menampilkan unsur-unsur agama Buddha bahkan lebih awal dari abad ke-8.

Goa itu tidak terlalu dalam, di dalamnya ada 3 patung batu yang masing-masing dibungkus dengan kain merah, kuning dan hitam. Â Jelaga hitam melapisi dinding gua akibat pembakaran dupa saat ini. Beberapa lekukan menunjukkan di mana pendeta yang bermeditasi pernah duduk. Â Â Sisi utara kompleks didominasi penganut Buddha, sementara sebagian besar penganut Dewa Siwa di seberang sungai.
Di ujung selatan kompleks terdapat sawah yang indah dan sungai kecil yang mengarah ke Sungai Petanu, situs lain yang terjalin dalam legenda lokal. Goa Gajah dibangun di lereng bukit dan 2 aliran kecil bertemu di sini membentuk campuhan (persimpangan sungai), yang menyebabkan situs tersebut dianggap sakral dan alasan itu dibangun untuk meditasi dan doa.
Meskipun bernama Goa Gajah, tapi disini tidak akan menemukan binatang berkulit tebal itu. Berbagai teori menunjukkan asal usul nama tersebut. Salah satunya didasarkan pada Sungai Petanu yang awalnya disebut ‘Lwa Gajah’ sebelum kemudian disebut Sungai Petanu. Sumber lain menyebutkan bahwa aspek ‘Gajah’ atau gajah berasal dari sosok batu di dalam goa yang menggambarkan dewa Hindu Ganesha, yang bercirikan kepala gajah.

Prasasti kuno juga menyinggung nama Antakunjarapada, yang secara kasar diterjemahkan menjadi ‘perbatasan gajah’. Pintu masuk goa menunjukkan wajah raksasa yang mengancam dengan mulut terbuka lebar sebagai pintunya. Berbagai motif yang menggambarkan hutan dan hewan diukir dari permukaan batu luar. Wajah raksasa itu dianggap sebagai wajah gajah.
Seperti halnya mengunjungi pura di Bali, wanita selama menstruasi dilarang masuk dan untuk yang masuk wajib mengenakan sarung dan ikat pinggang. Hal ini dapat disewa yang memang disiapkan di pintu masuk.
Pura Goa Gajah merayakan ulang tahun pura piodalannya setiap Selasa ‘Anggara Kasih Prangbakat’ pada kalender Pawukon 210 hari di Bali.(Ipg)